Wikipedia

Search results

Sunday 2 November 2014

INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER

Instrumen Kebijakan Moneter

Instrumen kebijakan moneter merupakan alat-alat atau media pengendalian operasi moneter yang dimiliki dan dapat digunakan oleh bank sentral untuk mempengaruhi sasaran operasional dan sasaran akhir yang telah ditetapkan oleh bank sentral atau pemerintah.

tabel 1
Instrumen Kebijakan Moneter

 sumber : Ascarya (2002)
Jenis Instrumen
Instrumen langsung
Instrumen tak langsung
     1.     Penetapan suku bunga
     2.      Pagu kredit
     3.      Rasio likuiditas
     4.      Kredit langsung
     5.      Kuota rediskonto
     6.      Instrumen lain:
a.      Pengguntingan uang
b.      Pembersihan uang
c.       Penetapan uang muka  impor
    1.      Operasi Pasar Terbuka (OPT)
a.       Lelang surat berharga bank sentral
b.      Lelang surat berharga pemerintah
c.       Operasi pasar sekunder
    2.      Fasilitas diskonto
    3.      Fasilitas rediskonto
    4.      Cadangan wajib minimum
a.       Cadangan primer
b.      Cadangan sekunder
    5.      Fasilitas simpanan bank sentral
    6.      Intervensi valuta asing
    7.      Fasilitas overdraft
    8.      Simpanan sektor pemerintah
    9.      Lelang kredit
    10.  Imbauan moral
sumber 

secara umum instrumen pengendalian moneter dapat digolongkan:
  1. menurut cara instrumen memepengaruhi sasaran operasional, instrumen ini terdiri dari : instrumen langsung dan tidak langsung
  2. menurut orientasinya dipasar keuangan: instrumen yang berorientasi pasar (market oriented/base) dan yang tidak berorientasi pasar (non-market oriented/base)
  3. menurut diskresinya: instrumen yang diskresinya berada di bank sentral dan di peserta pasar
instrumen langsung adalah instrumen pengendalian moneter yang dapat secara langsung mempengaruhi sasaran operasional yang diinginkan oleh bank sentral. sedangkan instrumen tidak langsung merupakan usaha untuk mengendalikan variabel moneter dengan cara mempengaruhi neraca bank sentral.

TEORI KUANTITAS UANG : IRVING FISHER

teori kuantitas uang : Irving Fisher
        Teori permintaan uang yang dikembangkan atas dasar pemikiran aliran klasik atau lebih dikenal dengan Teori Kuantitas Uang menjelaskan peranan uang terhadap perekonomian secara umum yang pertama kali dijelaskan oleh Irving Fisher pada tahun 1911 melalui The Quantity Theory of Money yang termuat dalam bukunya berjudul The Purchasing Power of Money.
         Teori ini berpandangan bahwa terdapat hubungan langsung antara pertumbuhan jumlah uang beredar dengan kenaikan harga-harga umum (inflasi) dan pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan penyebab utama inflasi. Penjelasan ini relevan dengan pandangan monetarist (Milton Friedman) bahwa inflasi, dimana dan kapanpun terjadinya, selalu merupakan sebuah fenomena moneter.
            Teori kuantitas uang menggambarkan kerangka yang jelas mengenai hubungan langsung yang sistematis antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi. Analisis Fisher dalam teori ini mengacu pada persamaan pertukaran (equation of exchange) yang dirumuskan sebagai :
           MV = PT...............................................................................................................(1.1)
keterangan:
M = jumlah uang beredar
V = perputaran uang dalam satu periode biasanya satu tahun
P = harga barang dan jasa
T = volume transaksi
          Dari persamaan 1.1 dapat dijelaskan bahwa jumlah uang beredar dikalikan dengan velositas uang akan sama dengan nilai transaksi. Persamaan 1.1 dapat dikembangkan menjadi teori tentang peranan uang dalam perekonomian dengan cara melihat perilaku setiap variabel-variabel dalam persamaan berikut:
  1. jumlah uang beredar merupakan variabel eksogen yang jumlahnya ditentukan oleh pemerintah dan bank sentral sebagai otoritas moneter.
  2. variabel tingkat harga merupakan variabel residu yang nilainya ditentukan oleh hasil interaksi ketiga variabel lainnya. Harga diasumsikan fleksibel, sehingga harga dapat menyesuaikan atau bergerak naik atau turun
  3. variabel velositas menunjukkan berapa kali uang berpindah tangan dalam suatu periode tertentu. Variabel ini tidak tergantung pada jumlah uang beredar (asumsi klasik). Artinya perubahan dalam jumlah uang beredar tidak mempengaruhi velositas. jika jumlah uang beredar bergerak berlawanan dengan variabel velositas maka perubahan jumlah uang beredar akan dinetralkan oleh perubahan velositas yang tidak akan berpengaruh terhadap tingkat harga dan volume transaksi
  4. variabel transaksi merupakan jumlah keseluruhan transaksi pada suatu selang waktu tertentu. Perilaku variabel tersebut dapat dijelaskan baik dalam perilaku jangka pendek maupun jangka panjang.
            Jika kita mengacu pada teori kuantitas uang tersebut, maka penyebab utama dari satu-satunya yang memungkinkan inflasi muncul adalah terjadinya kelebihan uang sebagai akibat penambahan jumlah uang beredar di masyrakat. inflasi hanya semata-mata merupakan gejala moneter. Artinya, perubahan indeks harga umum hanya diakibatkan oleh perubahan jumlah uang beredar. Jika bank Sentral ingin mencapai dan memelihara tingkat inflasi yang rendah dan stabil, maka yang harus dilakukan adalah mengendalikan atau mengontrol jumlah uang beredar.

Friday 24 October 2014

Peraturan BI No.5/8/PBI/2003 ttng PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM



PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 5/8/PBI/2003
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang:
a.           bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang akan diikuti oleh semakin kompleksnya risiko bagi kegiatan usaha perbankan tersebut;
b.          bahwa semakin kompleksnya risiko tersebut akan meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola yang sehat (good governance) dan fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko bank;
c.           bahwa peningkatan fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko dimaksudkan agar aktivitas usaha yang dilakukan oleh bank tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank;
d.          bahwa pengelolaan setiap aktivitas fungsional bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam suatu sistem dan proses pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif;
e.           bahwa dalam rangka menciptakan prakondisi dan infrastruktur pengelolaan risiko maka bank wajib mengambil langkah-langkah persiapan pelaksanaan pengelolaan risikonya;
f.           bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum;

Mengingat:
1.                     Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790);
2.      Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843);


 
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENERAPAN
MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1.      Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing;
2.      Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank;
3.      Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank;
4.      Direksi:
a.      bagi Bank berbentuk hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
b.      bagi Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah;
c.      bagi Bank berbentuk hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
d.      bagi kantor cabang bank asing adalah pimpinan kantor cabang bank asing, termasuk tim pengelola sementara yang mengambil alih sementara tugas dan kewenangan Direksi;
5.      Komisaris:
a.      bagi Bank berbentuk hukum Perseroan Terbatas adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
b.      bagi Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah;
c.      bagi Bank berbentuk hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, termasuk tim pengawas sementara yang mengambil alih sementara tugas dan kewenangan Komisaris.


 
BAB II
RUANG LINGKUP MANAJEMEN RISIKO
Pasal 2
(1)       Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif.
(2)       Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya mencakup:
a. pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi;
b. kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit;
c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan
d. sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Pasal 3
Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank.

Pasal 4
(1)       Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mencakup:
a. Risiko Kredit;
b. Risiko Pasar;
c. Risiko Likuiditas;
d. Risiko Operasional;
e. Risiko Hukum;
f. Risiko Reputasi;
g. Risiko Strategik;
h. Risiko Kepatuhan.
(2)       Bank yang memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) untuk seluruh jenis risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)       Bank yang tidak memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sekurang-kurangnya untuk 4 (empat) jenis Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
(4)       Dalam hal Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) memiliki pengalaman kerugian karena Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e, huruf f,  huruf g, dan atau huruf h yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terhadap Risiko dimaksud.


 
BAB III
PENGAWASAN AKTIF DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 5
Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Tanggungjawab Dewan Komisaris
Pasal 6
Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bagi dewan Komisaris sekurang-kurangnya:
a.      menyetujui dan mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko;
b.      mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c.      mengevaluasi dan memutuskan permohonan Direksi yang berkaitan dengan transaksi yang memerlukan persetujuan dewan Komisaris.

Bagian Ketiga
Kewenangan dan Tanggung Jawab Direksi
Pasal 7
1)     Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bagi Direksi sekurang-kurangnya:
a.      menyusun kebijakan dan strategi Manajemen Risiko secara tertulis dan komprehensif;
b.      bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dan eksposur Risiko yang diambil oleh Bank secara keseluruhan;
c.      mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi;
d.      mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi;
e.      memastikan peningkatan kompetensi sumberdaya manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko;
f.       memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen;
g.      melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan:
1.      keakuratan metodologi penilaian Risiko;
2.      kecukupan implementasi sistem informasi manajemen; dan
3.      ketepatan kebijakan, prosedur dan penetapan limit Risiko.
2)     Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direksi harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai Risiko yang melekat pada seluruh aktivitas fungsional Bank dan mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil Risiko Bank.
BAB IV
KEBIJAKAN, PROSEDUR DAN PENETAPAN LIMIT
Bagian Pertama
Kebijakan Manajemen Risiko
Pasal 8
Kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b sekurang-kurangnya memuat:
a. penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan;
b. penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen Risiko;
c. penentuan limit dan penetapan toleransi Risiko;
d. penetapan penilaian peringkat Risiko;
e. penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk (worst case scenario);
f. penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko. Bagian

Kedua
Prosedur dan Penetapan Limit Risiko
Pasal 9
1.      Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b wajib disesuaikan dengan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap Risiko Bank.
2.      Prosedur dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a.      akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas;
b.      pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit secara berkala;
c.      dokumentasi prosedur dan penetapan limit secara memadai.
3.      Penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mencakup:
a.      limit secara keseluruhan;
b.       limit per jenis Risiko; dan
c.      limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur Risiko.




 BAB V
PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, PENGENDALIAN
DAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO
Bagian Pertama
Umum
Pasal 10
(1)       Bank wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c terhadap seluruh faktor-faktor Risiko (risk factors) yang bersifat material.
(2)       Pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didukung oleh:
a.      sistem informasi manajemen yang tepat waktu; dan
b.      laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan Bank, kinerja aktivitas fungsional dan eksposur Risiko Bank.

Bagian Kedua
Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko
Pasal 11
1.      Pelaksanaan proses identifikasi Risiko sekurang-kurangnya dilakukan dengan melakukan analisis terhadap:
a.      karakteristik Risiko yang melekat pada Bank; dan
b.      Risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank,
2.      Dalam rangka melaksanakan pengukuran Risiko, Bank wajib sekurangkurangnya melakukan:
a.      evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko;
b.      penyempurnaan terhadap sistem pengukuran Risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko, yang bersifat material.
3.      Dalam rangka melaksanakan pemantauan Risiko, Bank wajib sekurangkurangnya melakukan:
a.      evaluasi terhadap eksposur Risiko;
b.      penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor Risiko, teknologi informasi dan sistem informasi Manajemen Risiko yang bersifat material.
4.      Pelaksanaan proses pengendalian Risiko wajib digunakan Bank untuk mengelola Risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank.
5.      Dalam melaksanakan fungsi pengendalian Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, dan Risiko likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf ayat (1) huruf b dan huruf c, Bank sekurang-kurangnya menerapkan assets and liabilities management (ALMA).

Bagian Ketiga
Sistem Informasi Manajemen Risiko
Pasal 12
(1)       Sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)huruf c, sekurang-kurangnya mencakup laporan atau informasi mengenai:
a. eksposur Risiko;
b. kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur serta penetapan limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9;
c. realisasi pelaksanaan Manajemen Risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
(2)       Laporan atau informasi yang dihasilkan dari sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan secara rutin kepada Direksi.

BAB VI
SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 13
Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi Bank.

Pasal 14
(1)   Pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sekurang-kurangnya mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi.
(2)  Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memastikan:
a.      kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan atau ketentuan intern Bank;
b.      tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu;
c.      efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional; dan
d.      efektivitas budaya Risiko (risk culture) pada organisasi Bank secara menyeluruh.

Bagian Kedua
Sistem Pengendalian Intern dalam Penerapan Manajemen Risiko
Pasal 15
(1)   Sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d sekurang-kurangnya mencakup:
a.      kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank;
b.      penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan, prosedur dan limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9;
c.      penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian;
d.      struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha Bank;
e.      pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu;
f.       kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku;
g.      kaji ulang yang efektif, independen dan obyektif terhadap prosedur penilaian kegiatan operasional Bank;
h.      pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi manajemen;
i.        dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank berdasarkan hasil audit;
j.        verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan-kelemahan Bank yang bersifat material dan tindakan tindakan pengurus Bank untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
(2)  Penilaian terhadap sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh satuan kerja audit intern (SKAI).

BAB VII
ORGANISASI DAN FUNGSI MANAJEMEN RISIKO
Bagian Pertama
Umum
Pasal 16
Dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem Manajemen Risiko yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Bank wajib membentuk:
a. komite Manajemen Risiko; dan
b. satuan kerja Manajemen Risiko.

Bagian Kedua
Komite Manajemen Risiko
Pasal 17
(1)       Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. mayoritas Direksi; dan
b. pejabat eksekutif terkait.
 (2)      Wewenang dan tanggung jawab komite Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama, yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. penyusunan kebijakan, strategi dan pedoman penerapan Manajemen Risiko;
b. perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan Manajemen Risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan dimaksud;
c. penetapan (justification) hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang
menyimpang dari prosedur normal (irregularities).

Bagian Ketiga
Satuan Kerja Manajemen Risiko
Pasal 18
(1)       Struktur organisasi satuan kerja Manajemen Risiko Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta Risiko yang melekat pada Bank.
(2)       Satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus independen terhadap satuan kerja operasional (risk-taking unit) dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern.
(3)       Satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus.
(4)       Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja Manajemen Risiko meliputi:
a. pemantauan pelaksanaan strategi Manajemen Risiko yang telah disetujui oleh Direksi;
b. pemantauan posisi Risiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risikon dan per jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing;
c. kaji ulang secara berkala terhadap proses Manajemen Risiko;
d. pengkajian usulan aktivitas dan atau produk baru;
e. evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur Risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model);
f.  memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk taking unit) dan atau kepada komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki;
g. menyusun dan menyampaikan laporan profil/komposisi Risiko kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite Manajemen Risiko secara berkala.

Bagian Keempat
Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Manajemen Risiko
Pasal 19
Satuan kerja operasional (risk taking unit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) wajib menginformasikan eksposur Risiko yang melekat pada satuan kerja yang bersangkutan kepada satuan kerja Manajemen Risiko secara berkala.

BAB VIII
PENGELOLAAN RISIKO PRODUK DAN AKTIVITAS BARU
Pasal 20
(1)       Dalam rangka pengelolaan Risiko yang melekat pada produk dan aktivitas baru, Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis.
(2)       Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang kurangnya meliputi:
a. sistem dan prosedur (standard operating procedures) dan kewenangan dalam pengelolaan produk dan aktivitas baru;
b. identifikasi seluruh Risiko yang terkait dengan produk dan aktivitas baru;
c. masa uji coba metode pengukuran dan pemantauan Risiko terhadap produk dan aktivitas baru;
d. sistem informasi akuntansi untuk produk dan aktivitas baru;
e. analisa aspek hukum untuk produk dan aktivitas baru.

Pasal 21
Bank wajib mengungkapkan Risiko yang melekat pada produk dan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b kepada nasabah.

BAB IX
PELAPORAN
Bagian Pertama
Rencana Kegiatan (Action Plan) Penerapan Manajemen Risiko
Pasal 22
(1)       Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilaksanakan dengan atau tanpa tahapan.
(2)       Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bank wajib menyampaikan laporan action plan kepada Bank Indonesia.
(3)       Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan penyesuaian terhadap laporan action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila action plan dinilai belum sepenuhnya memenuhi persyaratan minimum yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya.
(4)       Action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan setelah Peraturan Bank Indonesia ini diberlakukan.
(5)       Jangka waktu penyelesaian action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan selambat-lambatnya 9 (sembilan) bulan sejak laporan action plan diterima oleh Bank Indonesia.

Pasal 23
(1)  Bank wajib menyampaikan laporan realisasi action plan penerapan Manajemen Risiko kepada Bank Indonesia.
(2)  Laporan realisasi action plan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah tahapan realisasi action plan.

Bagian Kedua
Laporan Profil Risiko serta Laporan Produk dan Aktivitas Baru
Pasal 24
(1)       Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko kepada Bank Indonesia.
(2)       Laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib memuat nsubstansi yang sama dengan laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko kepada Direktur Utama dan Komite Manajemen Risiko.
(3)       Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September dan Desember.
(4)       Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan laporan.
(5)       Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan pertama kali untuk posisi laporan Maret 2005.

Pasal 25
(1)       Bank wajib menyampaikan laporan produk dan aktivitas baru kepada Bank Indonesia.
 (2)      Laporan produk dan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan pada setiap penerbitan produk dan aktivitas baru dan selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak produk dan aktivitas baru dimaksud efektif dilaksanakan.
(3)       Laporan produk dan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan pertama kali untuk produk dan aktivitas baru yang diterbitkan setelah Bank  menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Bagian Ketiga
Laporan Lain
Pasal 26
(1)  Bank wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia selain laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank.
(2)  Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diluar jangka waktu yang ditetapkan.

Bagian Keempat
Batas Waktu Penyampaian Laporan
Pasal 27
Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian.

Bagian Kelima
Format Laporan dan Alamat Penyampaian
Pasal 28
Format dan petunjuk penyusunan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25 ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

Pasal 29
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26 wajib disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan alamat:
a.      Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
b.      Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.

BAB X
LAIN-LAIN
Bagian Pertama
Penilaian Penerapan Manajemen Risiko
Pasal 30
Bank Indonesia dapat melakukan penilaian terhadap penerapan Manajemen Risiko pada Bank.
Pasal 31
Bank wajib menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan penerapan Manajemen Risiko kepada Bank Indonesia.

Bagian Kedua
Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan Manajemen Risiko

Pasal 32
(1)       Pengungkapan Manajemen Risiko dalam laporan tahunan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Transparansi Kondisi Keuangan Bank wajib disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia ini.
(2)       Pengungkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup kinerja Manajemen Risiko dan arah kebijakan Manajemen Risiko.
(3)       Penyesuaian pengungkapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk pertama kali dilakukan untuk laporan tahunan posisi akhir Desember 2004.

BAB IX
S A N K S I
Pasal 33
(1)       Bank yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan per laporan.
(2)       Bank yang belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 setelah 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per laporan serta diberikan teguran tertulis oleh Bank Indonesia.
(3)       Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 setelah 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per laporan.
(4)       Bank yang menyampaikan laporan yang dinilai tidak lengkap secara signifikan atau tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang material sesuai dengan format sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) setelah Bank diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk setiap teguran dan Bank tidak memperbaiki laporan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah surat teguran terakhir.



Pasal 34
Bank yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
(1)       Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Manajemen Risiko dan pengendalian intern bagi Bank diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
(2)       Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, Bank wajib menyesuaikan
pedoman operasional yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko.
Pasal 36
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2004.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Mei 2003

GUBERNUR BANK INDONESIA


SYAHRIL SABIRIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 56
DPNP